Perbuatan-perbuatan yang telah dijelaskan pada artikel sebelumnya adalah pekerjaan yang diharamkan, karena yang pertama mengandung dharar (bahaya), yang kedua mencontoh pekerjaan Jahiliah, dan perbuatan yang ketiga dapat menghancurkan nasab (keturunan) serta dapat menghilangkan hak orang tua atas anaknya.
Selama masih beriman, seorang muslim harus menghindari perbuatan-perbuatan semacam ini, karena iman dapat mendorongnya untuk menghargai ajaran-ajaran agamanya dan menjauhi perbuatan kaum musyrikin di zaman Jahiliah, tradisi sesat dan legenda-legenda bathil mereka.
Tentang bepergian ke negeri musuh dengan membawa mushaf, hukumnya adalah haram. Ini dimaksudkan untuk menjaga kehormatan dan kesucian al Qur'an al Karim agar tidak dilecehkan. Karena Allah swt sendiri telah memuliakan al Qur'an dan menjaganya dari hinaan-hinaan dan pelecehan-pelecehan. Allah swt berfirman: "Maka aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui. Sesungguhnya Al Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia. Pada kitab yang terpelihara (lauh mahfudz). Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam." (QS: Al waqi'ah: 75-80). Nabi saw pun telah menegaskan haramnya perjalanan semacam ini dalam hadits muttafaq alaih. Diriwayatkan dari Ibn Umar ra, dia berkata: "Rasulullah saw melarang untuk bepergian ke negeri musuh dengn membawa al Qur'an".
Hadits ini menunjukkan haramnya bepergian membawa al Qur'an ke negeri musuh, supaya al Qur'an tidak dihina dan direndahkan. Namun jika perjalanannya aman dan terbebas dari kemungkinan semacam itu maka hukum perjalanannya menjadi makruh.
Sedang diam seribu basa pada siang hari, pekerjaan seperti ini termasuk pekerjaan Jahiliah dan merupakan pekerjaan yang paling buruk dan tercela. Allah swt berfirman: "Apakah hokum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hokum) siapakah yang lebih baik daripada (hokum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS. Al Maidah: 50)
Abu Daud dengan sanad hasan meriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib ra, bahwa dia berkata: "Aku ingat sabda Rasulullah saw: 'Seseorang tidak dikatakan anak yatim setelah mengalami mimpi, dan hendaknya tidak berdiam seribu basa seharian sampai malamnya'."
Al Khathabi dalam menafsirkan hadits ini berkata: "Berdiam diri seribu basa tergolong ke dalam perbuatan Jahiliah. Umat Islam pun akhirnya dilarang Islam untuk mengikuti tradisi ini, bahkan mereka diperintahkan untuk selalu berdzikir dan berkata-kata yang baik."
Hadits tadi menyatakan habisnya masa yatim dengan tibanya masa baligh, tanda-tanda alami dan atau dengan umur. Sedang tentang haramnya berdiam diri di siang hari sampai malamnya, tidak lain karena perbuatan semacam ini termasuk pekerjaan Jahiliah, di mana mereka dahulu menyangka bahwa diam adalah cara terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Bukhari meriwayatkan dari Qais bin Abi Hazim, bahwa dia berkata: "Abu Bakar pernah mampir di sebuah rumah seorang perempuan dari Ahmas, bernama Zainab. Abu Bakar melihatnya diam saja, lalu dia bertanya: 'Ada apa dengan perempuan itu?' Mereka pun menjawab: 'dia telah bernadzar untuk diam'. Lalu Abu bakar berkata kepada perempuan itu: 'Bicaralah! Karena berdiam tidak dihalalkan. sesungguhnya diam termasuk pekerjaan jahiliah'. Akhirnya perempuan itu pun berbicara."
Seperti hadits sebelumnya, hadits tadi menyatakan haramnya berdiam dan tidak berbicara di siang hari. Tetapi yang disunatkan adalah berkata-kata yang baik, memberi nasehat dalam rangka amar ma'ruf dan nahi mungkar, belajar dan mengajar, dan lain sebagainya. Jika dia telah bernadzar untuk diam dan tidak berbicara, maka nadzarnya tidak perlu dipenuhi.
Sedang kebiasaan menisbatkan diri kepada selain bapak kandung, maka hukumnya adalah haram, karena sama dengan memutar-balikkan fakta dan kenyataan serta bertentangan dengan prinsip keadilan dan hak.
Jika seseorang melakukan hal tersebut sementara tahu hukumnya haram dan dia menganggapnya halal, biasanya bertendensi untuk mendapatkan kekayaan dan kehormatan orang yang diambil nasabnya. Larangan menasabkan diri kepada selain bapak kandung ini sesuai dengan perintah al Qur'an tentang kewajiban untuk berbakti kepada orang tua dan tetapnya hak nasab bagi bapak, juga sesuai dengan banyak hadits yang menyatakan haramnya perbuatan semacam itu.
Di antara hadits tersebut adalah hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Sa'ad bin Abi Waqqash ra, bahwa Nabi saw bersabda: "Siapa yang mengaku-ngaku keturunan orang selain bapaknya --sementara dia tahu bahwa orang itu bukan bapaknya-- maka diharamkan baginya surga."
Ada juga hadits lain muttafaq alaih, diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda: "Jangan membenci bapak-bapak kalian, siapa yang membenci bapaknya, maka perbuatan itu tergolong kekufuran."
Kedua hadits ini menunjukkan haramnya penisbatan diri kepada selain bapak kandung, tidak lain untuk menjaga kehormatan nasab dan keturunan secara benar dan untuk menghormati hak seorang bapak atas anaknya. Perbuatan semacam ini adalah salah satu cirri dari perbuatan Arab Jahiliah, karena biasanya mereka berniat mendapatkan kekayaan atau nama baik dan kehormatan keluarga yang diambil nasabnya.
Dalam hadits
muttafaq alaih lain yang panjang, diriwayatkan dari Yazid bin Syarik bin Thariq, dia berkata:
"Aku menyaksikan Ali bin abi Thalib berkhotbah di atas mimbar, dan aku mendengarnya berkata: 'Demi Allah, sekali-kali jangan! Kita tidak memiliki kitab untuk dibaca selain Kitab suci Allah, dan tidak ada dalam lembaran ini yang tidak disebarkan. Di dalamnya terdapat (keterangan) tentang gigi-gigi unta dan hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban membayar diat luka-luka, dan di dalamnya Rasulullah saw bersabda:"Kota madinah yang suci adalah kawasan di antara 'Air dan Tsaur, barangsiapa yang berbuat sesuatu bid'ah (yang bertentangan dengan agama) maka baginya laknat Allah, malaikat dan seluruh manusia. Allah tidak akan menerima taubat dan pengorbanannya kelak pada hari kiamat. Janji kaum muslimin itu satu, yang dijunjung oleh orang paling bawah sekalipun, barang siapa yang merusak janji seorang muslim maka baginya laknat Allah, malaikat dan seluruh manusia. Allah tidak akan menerima taubat dan pengorbanannya kelak pada hari kiamat. Dan siapa yang mengaku-ngaku nasab dirinya kepada selain bapaknya atau tuan selain tuannya, maka baginya laknat Allah, malaikat dan seluruh manusia. Allah tidak akan menerima taubat dan pengorbanannya kelak pada hari kiamat." (Taufik Munir)