Seorang muslim harus terus menjaga manfaat dirinya dan mengambil manfaat dari orang lain setiap hari supaya pengetahuannya bertambah, pengalamannya berkembang, ilmunya juga semakin banyak. Karena kehidupan ini adalah percobaan dan pengalaman. Manusia bisa saling memanfaatkan satu sama lain dengan apa yang dilakukannya dalam bermu’amalah dan bergesekan satu sama lain.
Tukar menukar manfaat dan maslahat dasarnya adalah adanya kebaikan dalam memilih dan keinginan untuk selalu menemani dan mempergauli orang-orang ahli kemuliaan dan agama, ilmu dan wara’ serta orang yang berakhlak baik.
Untuk itu Musa as ingin mempergauli seorang hamba yang shaleh supaya bisa belajar dan mengambil manfaat darinya. Seperti yang diceritakan oleh Al Qur’an dalam firmanNya: “Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada (muridnya):"Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.” (QS. Al Kahfi: 60)
Atau, aku masih terus berjalan sampai pada satu tempat berkumpulnya dua laut. Kisah ini begitu terkenal. Hingga sampai firman Allah swt dalam Al Qur’an: “Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu" (QS. Al Kahfi: 66)
Allah swt telah memerintahkan Nabinya sebagai pelajaran dan bimbingan bagi kita untuk mempergauli orang-orang shaleh dan kaum fakir.
Firman Allah swt: “Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al Kahfi: 28)
Islam juga menganjurkan untuk saling mengunjungi antar kawan agar bisa memperbaiki hubungan di antara mereka dan dalam rangka menunjukkan cinta kasih karena Allah dan mendapatkan mardhatillah, tidak dalam rangka tujuan keduniaan dan materi.
Tirmidzi meriwayatkan –hadits hasan—dari Abu Hurairah ra, dia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang mengunjungi orang sakit dan mengunjungi saudaranya karena Allah, akan ada orang yang mendo’akannya: Niscaya engkau akan menjadi baik dan perjalananmu juga akan baik dan engkau akan menempati satu rumah di surga’.”
Standar sebuah pergaulan adalah bagaimana memilih teman yang shaleh, teman yang agamis dan wara’ supaya mendapatkan faedahnya, dan menghindari teman yang buruk supaya terhindar dari bahaya dan kerusakan. Sungguh indah hadits yang di dalamnya Nabi saw membedakan antara kedua jenis teman tadi; shaleh dan buruk, yaitu hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Abu Musa Al Asy’ari ra, bahwa Nabi saw bersabda: “Perumpamaan teman yang shalih dan teman yang buruk itu seperti pembawa misik dan peniup puputan tungku api. Pembawa misik itu bisa memberimu misik atau menjualnya kepadamu, atau engkau bisa mendapatkan wangi-wangian yang baik darinya, sementara peniup puputan tungku itu bisa membakar pakaianmu atau engkau bisa mendapatkan bau yang busuk darinya.”
Hadits ini menunjukkan larangan untuk mempergauli orang yang buruk agama dan dunianya dan mengandung anjuran untuk mempergauli orang-orang yang baik dan shaleh. Juga menyatakan anjuran untuk memilih teman dengan baik.
Standar berteman juga adalah bagaimana memilih teman yang mukmin, mengundang dan menghidangkan makanan untuk orang-orang yang bertakwa.
Abu Daud dan Tirmidzi meriwayatkan dengan sanad yang cukup dari Abu Said al Khudri ra, bawa Nabi saw bersabda: “Janganlah engkau temani kecuali orang mukmin, dan janganlah ada orang yang makan makananmu kecuali orang yang bertakwa.”
Hadits ini menunjukkan keharusan mempergauli orang-orang yang paling bertakwa dan menghormati ahlul iman serta menghindari pergaulan dengan orang-orang kafir.
Abu Daud dan Tirmidzi juga meriwayatkan hadits hasan dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda: “Seseorang itu akan mengikuti agama temannya, oleh karena itu salah seorang dari kalian harus melihat siapa yang ditemaninya.”
Atau bahwa teman yang dipilih manusia hendaknya teman yang agamanya bagus dan tingkat ketakwaannya tinggi, akhlaknya baik dan ahli kemuliaan.
Begitu juga halnya dengan memilih istri yang shalehah. Seseorang harus memilih perempuan yang agamanya bagus, karena agama merupakan modal besar dan harta karun berharga yang bisa memenuhi unsur-unsur lainnya. Perempuan seperti ini juga dapat menjamin stabilitas dan ketenangan rumah tangga. Karena agama dapat memberi petunjuk akal dan mendatangkan kebaikan. Agama bisa membimbing kepada akhlak yang baik dan kemuliaan.
Dalam hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw bersabda: “Seorang perempuan dinikahi karena empat perkara: Hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Pilihlah yang beragama niscaya engkau akan beruntung.” Atau jika engkau tidak memilih perempuan yang beragama, maka engkau akan terjerumus ke dalam kefakiran dan kerugian. Manusia biasanya menghendaki keseluruhan dari empat sifat ini, tapi seorang mukmin adalah orang yang hanya ingin menikahi perempuan yang beragama saja.
Biasanya di sisi lain kita lihat tradisi manusia, di mana orang-orang baik akan memilih perempuan-perempuan yang baik pula, dan orang-orang buruk akan memilih perempuan yang buruk pula.
Seperti firman Allah swt: “Wanita-wanita yang tidak baik adalah untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah buat wanita-wanita yang tidak baik (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).” (QS. Annur: 26)
Seseorang selalu akan menjadi seperti orang yang ditemaninya; baik atau buruk. Dalam hadits muttafaq alaih diriwayatkan dari Abu Musa Al Asy’ari ra, bahwa Nabi saw bersabda: “Seseorang selalu bersama orang yang dicintainya.”
Atau seseorang akan berkumpul di hari akhirat bersama orang yang dicintainya di dunia, yang satu watak dengannya.
Hadits ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda: “Manusia itu barang tambang seperti barang tambang emas dan perak. Orang-orang yang terpilih di zaman Jahiliah juga akan menjadi orang-orang terpilih di zaman Islam jika mereka memahami agamanya. Dan Arwah itu seperti tentara, jika saling mengenali maka akan bersatu, dan jika saling berpaling maka akan bercerai berai.” (Taufik Munir)