Kejernihan iman dan kesempurnaan Islam memerlukan kejernihan hati dari segala macam penyakit-penyakit hati. Yang paling khusus penyakit dengki dan hasad, keinginan untuk memutus tali silaturrahmi dan meninggalkan kerabat dan kenalan, keberpalingan dan keengganan, dominasi hawa nafsu manusia dan syahwatnya, juga keinginan untuk memenuhi bisikan dan kesesatan syetan.
Ikatan persaudaraan secara umum menuntut bertebarnya ruh cinta kasih dan toleransi, memaafkan segala kesalahan, tidak saling mencela dan mencaci, serta menghindari ketergelinciran dan kesalahan.
Rasa rendah diri seorang mukmin di hadapan mukmin lain merupakan jembatan penghubung yang paling mulia. Kondisi ini berbeda dalam kerangka hubungan antara kaum mukmin dengan non-mukmin, di mana dalam hal ini kaum mukmin harus selalu penuh dengan kemuliaan dan kekuatan dalam memerangi kejahatan dan permusuhan.
Hubungan antara kaum muslimin bercirikan adanya saling menyayangi dan berlemah lembut serta mengambil prinsip kemudahan dan toleransi, meninggalkan rasa tinggi hati dan ingin menang sendiri, takabbur serta ujub.
Bukti paling jelas tentang diakuinya prinsip-prinsip moralitas di atas adalah bahwa syari'at Islam telah melarang perilaku saling membenci, memutus tali silaturrahmi dan saling berpaling. Di bidang sosial syari'at Islam telah mengajarkan spirit persaudaraan dan kerjasama serta ishlah (saling memperbaiki). Allah swt berfirman: "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (QS. Al Hujurat: 10). Juga firmanNya yang menerangkan tentang ahlul iman: "Yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir." (QS. Al Maidah: 54)
Atau orang yang saling berlemah lembut dan saling menyayangi satu sama lain, sementara terhadap musuh yang kafir bersikap keras.
Ayat lain juga menyatakan: "Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka." (QS. Al Fath: 29)
Atau bahwa kaum muslimin itu keras terhadap musuh dan tidak lemah supaya dapat menjaga izzah dan kehormatan diri dan negerinya.
Sedangkan tentang larangan saling membenci, hasad dan sebagainya di dalam hadits, adalah seperti hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, bahwa Nabi saw bersabda: "Janganlah engkau saling membenci dan saling hasad, juga jangan saling memalingkan badan dan memutus tali silaturahmi. Jadilah engkau sebagai hamba Allah yang bersaudara, dan tidak dihalalkan bagi seorang muslim untuk meninggalkan saudaranya lebih dari tiga hari." Atau, jangan memendam rasa saling benci yang dapat mengotori hati dalam jiwa. Seseorang tidak boleh hasad (iri) terhadap orang lain, misalnya dengan menghendaki terputusnya nikmat dari diri orang tersebut. Juga jangan saling berpaling, atau seseorang tidak boleh memalingkan badannya dari saudaranya. Serta jangan saling memutus tali silaturahmi, atau jangan meninggalkan pertalian yang pada akhirnya akan menyebabkan saling membenci dan menghindar.
Tidak dihalalkan bagi seorang mukmin untuk meninggalkan atau memusuhi saudaranya, atau seorang muslim meninggalkan saudaranya tanpa komunikasi, ziarah atau bicara, karena hal itu dapat membuat murka Allah sang Rahman.
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Pintu surga dibuka pada hari senin dan hari kamis, maka akan diampuni setiap hamba yang tidak syirik kepada Allah, kecuali seorang laki-laki yang di antara dia dan saudaranya terdapat permusuhan dan kebencian, dikatakan kepada malaikat: 'tundalah dua orang ini sampai mereka saling damai, tundalah keduanya sampai mereka berdamai'."
Dalam riwayat Muslim lain: "Perbuatan manusia diajukan setiap hari Kamis dan hari Senin." Hadits ini menunjukkan haramnya memutus tali persaudaraan tanpa sebab syar'ie, dan bahwa seorang yang meninggalkan mukmin lain atau memutus tali silaturrahmi dapat menahan dia untuk masuk surga.
Islam telah mengharamkan hasad, yaitu rasa iri dengan mengharap hilangnya nikmat dari seseorang, baik nikmat agama ataupun nikmat dunia, moril maupun materil, nikmat ilmiah ataupun nikmat social. Sesuai dengan firman Allah swt: "Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar." (QS. Annisa: 54)
Juga sesuai dengan sabda Nabi saw dalam hadits sebelumnya (muttafaq alaih) dari Anas: "Janganlah engkau saling membenci dan jangan saling menghasud…". Juga sabda beliau dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Hurairah ra, dia berkata: Rasulullah saw bersabda: "Jauhilah hasad, karena hasad dapat memakan kebaikan seperti api membakar kayu." Atau "Rumput". Atau hindarilah hasud karena hasut dapat menghilangkan kebaikan pekerjaan shaleh, seperti halnya api melalap kayu atau rumput kering.
Hadits ini menunjukkan haramnya hasad, bahwa hasad juga merupakan dosa besar karena dapat menghapus segala kebaikan seperti halnya api melalap kayu dan rumput kering.
Bahaya yang ditimbulkan akibat hasad ini pertamanya akan kembali pada diri orang yang hasad. Pengaruhnya seperti virus yang dapat merusak fisik penghasud langsung. Sedang bagi orang yang dihasud, dia tidak akan menerima bahayanya kecuali dengan izin dan kehendak Allah swt. Perbuatan si penghasud terhadap seseorang pengaruhnya tidak akan timbul dalam diri orang yang dihasud, melainkan sebaliknya akibat dan bahayanya akan kembali pada diri penghasud itu sendiri.
Sikap saling membenci, saling menghasud, saling berpaling dan memutus silaturrahmi merupakan penyakit-penyakit hati yang sangat berbahaya. Bagi seorang muslim harus cepat menjauhkan diri dari penyakit-penyakit tersebut, segera membersihkan jiwa daripadanya, suapaya spirit cinta, kasih sayang dan persaudaraan menjadi menyebar di kalangan umat manusia. (Taufik Munir)