Islam adalah agama hak dan rahmat. Oleh karena itu Islam mewajibkan memberikan hak kepada para pemiliknya jika mereka menuntutnya. Islam juga mengharamkan menganiaya manusia atau binatang dengan menggunakan api. Wajib dan haram ini keduanya merupakan pokok-pokok agama dan kaedahnya yang tidak boleh diremehkan dan dilanggar. Dalam menggambarkan risalah nabiNya, Allah swt berfirman: "Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS: Al anbiya: 107).
Dia juga berfirman dalam ayat lain: "Dan jangan sebagian kau memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil." (QS: al baqarah: 188)
Hadits Nabi juga telah menjelaskan kedua jenis hukum yang sangat urgen ini. Adapun tentang penganiayaan dengan menggunakan api terhadap orang atau bintang bahkan seperti semut dan kutu sekalipun, maka diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah ra, bahwa dia berkata: "Rasulullah mengutus kami dalam sebuah misi, lalu beliau berkata: 'Jika kalian menemukan si fulan dan si fulan –keduanya dari orang quraisy, nabi menyebutkan namanya--, maka bakarlah keduanya dengan api'. Kemudian Rasulullah saw berkata lagi saat kita hendak beranjak pergi: 'Aku telah memerintahkan kalian untuk membakar si fulan dan si fulan, sementara api itu tidak digunakan untuk menyiksa kecuali oleh Allah swt, maka jika kalian menemukan keduanya cukup bunuh keduanya."
Hadits ini menunjukkan haramnya membakar semua makhluk hidup yang bergerak maupun yang diam seperti tumbuhan, baik pada saat makhluk itu masih hidup ataupun telah mati, karena ini bertentangan dengan kehormatan dan kemuliaan manusia.
Hadits lain menguatkan hal ini, seperti yang diriwayatkan Abu Daud dengan sanadnya yang shahih dari Ibn Mas'ud ra, bahwa dia berkata: "Kami tengah bersama Rasulullah saw dalam sebuah perjalanan. Kemudian beliau pergi sebentar untuk menunaikan hajatnya. Tiba-tiba kami melihat seekor burung kecil hummarah. Burung itu memiliki dua ekor anak, lalu kami ambil kedua anaknya. Burung itu pun datang dengan mengepak-ngepakkan sayapnya unuk melindungi anaknya. Lalu Nabi tiba dan berkata: "Siapa yang mengagetkan burung dengan kedua anaknya ini? Kembalikan kepadanya anaknya!"
Kemudian Nabi melihat satu sarang semut yang telah kami bakar, beliau pun bertanya: "Siapa yang membakar ini?" Kami menjawab: "Kamilah yang membakarnya." Lalu beliau berkata: "Sesungguhnya tidak layak ada yang menganiaya dengan menggunakan api kecuali Tuhan pemilik api."
Hadits ini menunjukkan haramnya membakar semut dan serangga dengan api, juga haramnya membakar manusia hidup-hidup atau dalam keaadan mati sekalipun, karena ini mengandung penganiayaan. Cukuplah dengan menggunakan qishas dalam membunuh bahkan untuk musuh sekalipun.
Sedang tentang orang kaya yang menunda-nunda menunaikan hak terhadap pemiliknya, ini sesuai dengan firman Allah swt: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya." (QS: Annisaa: 58)
Kata amanaat dalam ayat ini mencakup semua hak, baik itu hak Allah maupun hak hamba seperti halnya titipan, hutang, zakat, biaya perjalanan haji dan umrah, dan lain sebagainya.
Tentang pencatatan hutang piutang atau cukup dengan saling percaya sebagai ganti dari gadai dan kafalah (jaminan), hawalah (pemindahan tanggungan hutang) dan kesaksian, Allah swt berfirman: "Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya." (QS. Al Baqarah: 283)
Atau; "Jika kalian saling mempercayai dan tidak perlu memberi barang jaminan atau gadaian dan kesaksian, maka bagi wakil atau yang berhutang hendaknya segera melaksanakan amanat dan melunasi hutangnya."
Allah ta'ala juga menyuruh untuk menerima hawalah dari orang yang berhutang kepada yang lainnya (yang mampu), supaya mempermudah pelunasan hutang. Dia juga mengharamkan orang kaya menunda-nunda penunaian hak, karena ini merupakan kedzaliman yang pelakunya layak diberi hukuman ta'zir fisik, seperti dikurung dan dicela, atau hukuman financial seperti denda.
Ada sebuah hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah swt bersabda: "Orang kaya yang menunda-nunda hak adalah dzalim, dan jika hutang seseorang dipindahkan tanggung jawabnya (hawalah) kepada orang kaya lain, maka hendak orang kaya ini menerimanya."
Atau; "Penundaan membayar hutang yang menjadi tanggungan orang yang berhutang, sementara ia mampu menunaikannya, ini dianggap dzalim dan dosanya tergolong dosa besar. Sementara jika salah seorang dari kalian dipindahkan tanggung jawab hutangnya kepada orang kaya, maka orang kaya tersebut harus menerimanya. (Taufik Munir)