Cinta persaudaraan yang abadi adalah cinta yang bebas dari kepentingan manfaat dan tidak terkotori dengan tendensi maslahat atau materi. Dengan begitu ia akan menjadi kuat melekat dan persaudaraan akan menjadi nikmat dengannya, serta akan menjadi dasar keikhlasan dan penghormatan. Cinta inilah cinta karena Allah dan hanya untuk mendapatkan keridhaan Allah. Seorang penyair berkata:
“Setiap cinta karena Allah itu akan lestari.
Dan tidak akan lestari persaudaraan dalam kefasikan.”
Sedang cinta yang bertendensi itu rapuh, akan cepat hilang dan hancur seperti kaca. Biasanya akan berakhir dengan penyesalan dan kesedihan, bahkan permusuhan dan putusnya hubungan. Ini banyak terjadi di kalangan manusia.
Allah swt berfirman: “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Az Zukhruf: 67).
Jika seseorang tulus dalam keimananya, maka ia akan tulus dalam persaudaraannya. Dan jika bohong dalam agamanya, maka dalam persaudaraannyapun dia penuh dengan kebohongan dan banyak didominasi oleh kepentingan dan manfaat.
Perbedaan antara dua jenis cinta ini pun telah jelas seperti yang diterangkan Al Qur’an dalam firmanNya: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (QS. Al Fath: 29)
Juga dalam firmanNya: “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka.Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri.Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al Hasyr: 9).
Cinta imani yang abadi dan lepas dari maslahat dan manfaat adalah seperti cinta kaum Anshar kepada kaum Muhajirin, di bawah payung iman yang tulus dan keikhlasan. Cinta seperti inilah yang mewujudkan satu komunitas iman yang penuh dengan kekuatan, yang berdiri di atas persaudaraan dan ukhuwwah antar mukminin. Dan cinta inilah yang mewujudkan kemenangan satu kelompok kecil mukmin atas kelompok besar kaum musyrikin.
Keimanan akan menghiasi hati orang-orang yang beriman dengan cinta tulus tersebut. Seperti dalam Hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Anas ra, bahwa Nabi saw bersabda: “Ada tiga hal yang jika seseorang memilikinya akan menemukan manisnya iman: ‘Menjadikan Allah dan RasulNya lebih dicintai dari segalanya, mencintai orang lain dan tidak mencintainya kecuali karena Allah, dan benci untuk kembali menjadi kafir setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran tersebut sebagaimana dia benci untuk dilemparkan ke dalam api neraka.”
Saling mencintai karena Allah atau cinta tulus yang lepas dari kepentingan dan manfaat akan memberikan pelakunya kemenangan di surga abadi kelak dan akan memayunginya dengan payung rahmat ilahi pada waktu kesulitan dan kegelapan hari kiamat. Dalam hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda: “Ada tujuh orang yang akan dipayungi Allah pada hari tiada payung kecuali payungNya: Imam yang adil, anak muda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, seorang yang hatinya terikat dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah yang berkumpul dan berpisah karenanNya, dan seorang laki-laki yang digoda oleh perempuan yang cantik dan baik, lalu dia berkata: Aku takut kepada Allah, serta seorang laki-laki yang bersedekah dan menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan tangan kanannya, dan seorang laki-laki yang berdzikir kepada Allah menyendiri sampai matanya bengkak.”
Dalam riwayat Muslim dikatakan: “Sesungguhnya Allah akan berkata pada hari kiamat: Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagunganKu? Hari ini akan aku payungi mereka dengan payungKu; hari yang tidak ada payung kecuali payungKu.”
Di sini mengandung seruan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.
Nabi saw telah memberi kabar gembira berupa surga bagi orang-orang yang saling mencintai karena Allah.
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Demi Jiwaku yang berada di TanganNya, kalian tidak akan masuk surga kecuali kalian beriman, dan kalian tidak beriman kecuali kalian saling mencintai, maukah kalian aku tunjukkan satu perkara yang jika kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai: sebarkan salam di antara kalian.”
Tirmidzi meriwayatkan –hadits hasan shahih—dari Mu’adz bin Jabal ra, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Allah swt berkata: “Orang-orang yang saling mencintai karena keagunganKu, mereka akan memiliki mimbar dari cahaya yang dikelilingi oleh para Nabi dan para syuhada’.”
Atau orang yang saling mencintai karena Allah akan menempati tempat yang mulia dan tinggi di hari akhirat.
Contoh yang paling jelas dari cinta karena Allah adalah cintanya orang-orang khalaf terhadap salafusshaleh dari para sahabat yang mulia. Dalam hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Al Barra’ bin ‘Azib ra, dari Nabi saw bahwa beliau bersabda tentang orang-orang Anshar: “Tidak mencintai Anshar kecuali orang mukmin, dan tidak membencinya kecuali orang-orang munafik, barang siapa yang mencintai kaum Anshar maka Allah akan mencintainya, dan barang siapa yang membenci Anshar, maka Allah akan membencinya.”
Disunatkan bagi seseorang untuk mengatakan secara terus terang bahwa dia mencinta saudaranya karena Allah. Abu Daud dan Tirmidzi meriwayatkan –hadits hasan shahih—dari Abu Kuraimah al Miqdaam bin Mu’dikrib ra, bahwa Nabi saw bersabda: “Jika seseorang mencintai saudaranya maka berterus teranglah bahwa dia mencintainya.”
Abu Daud dan Nasa’I meriwayatkan dengan sanadnya yang shahih dari Mu’adz ra, bahwa Rasulullah saw memegang tangannya dan berkata: “Wahai Mu’adz, demi Allah aku mencintaimu dan aku wasiatkan kepadamu wahai Mu’adz, jangan kau tinggalkan setiap selesai shalat untuk berdo’a: Ya Allah, tolonglah aku untuk selalu mengingatMu, mensyukuriMu, dan beribadah kepadaMu dengan baik.”
Al Mukhatib berkata seperti yang diriwayatkan Abu Daud dengan sanad shahih dari Anas ra: “Aku mencintaimu karena Allah yang telah menjadikan engkau mencintai aku karenaNya.” (Taufik Munir)