Islam menghendaki umatnya agar selalu senantiasa menanamkan nilai-nilai kemuliaan dan moralitas yang tinggi dalam hati dan jiwa mereka. Islam melarang meminta kembali hibah dan hadiah karena ini bertentangan dengan kehormatan dan kemuliaan tadi. Di samping itu juga Islam mengharamkan makan harta anak-anak yatim yang lemah dengan dzalim, supaya anak-anak yatim ini tidak menjadi beban masyarakat sehingga akhirnya masa depan mereka terancam dan menjadi miskin, hina dan papa.
Adapun tentang meminta kembali hibah dan hadiah dari orang yang diberi, termasuk juga pemberi sedekah yang membeli barang yang sudang disedekahkan kepada orang lain melalui zakat atau kafarat dan lain-lain, maka perbuatan ini makruh hukumnya sebelum barangnya diterima, dan haram hukumnya jika telah diterima. Seperti yang terkandung dalam hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Ibn Abbas ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Orang yang kembali meminta pemberiannya seperti anjing yang menjilat kembali muntahnya." Dalam riwayat lain: "Perumpamaaan orang yang meminta kembali sedekah yang diberikannya seperti anjing yang muntah dan kembali memakan muntahnya tersebut." Dan dalam riwayat lain: "Orang yang meminta balik hibahnya seperti orang yang memakan kembali muntahnya."
Nawawi berpendapat: "Hadits ini sangat jelas menunjukkan pengharaman. Yang diharamkan hadits ini adalah hibah yang diberikan kepada orang asing. Adapun hibah yang diberikan kepada seorang anak dan cucu, maka dibolehkan meminta balik dengan syarat-syaratnya, yaitu jangan sampai yang diberi telah menerima barang pemberiannya. Perumpamaan yang sangat buruk dalam hadits ini, yaitu seperti anjing yang memakan kembali muntahnya, merupakan bukti tercelanya pekerjaan seperti ini.
Hadits lain muttafaq alaih juga menguatkan hadits ini. Diriwayatkan dari Umar bin Khattab ra, dia berkata: "Aku telah bersedekah untuk para mujahid, dan ada orang yang belum menggunakan sama sekali barang sedekahku itu, lalu aku hendak membelinya darinya dan aku pikir dia akan dengan mudah menjualnya. Lalu aku bertanya kepada Nabi saw tentang hal ini. Jawab beliau: "Jangan kau beli dan jangan sekali-kali meminta kembali sedekahmu, dan jika dia rela menjualnya dengan satu dirham, maka orang yang mengambil kembali sedekahnya sama dengan orang yang memakan kembali muntahnya."
Hadits ini menyatakan larangan bagi orang yang bersedekah untuk membeli barang yang telah disedekahknnya, karena ini bertentangan dengan kehormatan. Di samping itu untuk mendidik jiwa agar selalu ingin memberi.
Ini adalah bukti dan dalil lain dari larangan untuk meminta kembali sedekah sekalipun dengan membelinya atau dengan cara barter (menukarnya dengan barang lain). Larangan ini untuk menghindari syubhat dan menghindari berkurangnya pahala akibat perbuatan tersebut, seperti halnya meminta balik hibah.
Sedangkan tentang haramnya memakan harta anak yatim, maka dalil-dalilnya sangat banyak sekali. Di antaranya firman Allah swt: "Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)." (QS. Annisa: 10).
Juga firmanNya: "Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa." (QS. Al an'am: 152).
Dan firman Allah swt: "Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: 'Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan." (QS. Al baqarah: 220).
Kesemua ayat ini menunjukkan haramnya menghabiskan harta anak-anak yatim dengan cara memakannya atau lainnya. Ungkapan "memakan" dalam ayat-ayat ini, karena perbuatan inilah yang sering banyak terjadi. Orang yang melakukan hal itu akan masuk neraka. Tidak diperkenankan untuk mendekati harta anak-anak yatim kecuali dengan cara yang paling baik seperti untuk menjaga hartanya atau mengembangkannya, atau juga memakannya dengan cara yang ma'ruf. Sesuai dengan firman Allah swt: "Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barangsiapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut." (QS. Annisa: 6)
Berbuat aniaya terhadap harta anak-anak yatim dengan cara memakannya atau yang lainnya termasuk dosa besar, karena hal ini dapat membahayakan maslahat para anak yatim. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw bersabda: "Jauhilah tujuh perkara yang dapat merusak." Mereka bertanya: "Wahai Rasulullah, apa saja ketujuh perkara itu?" beliau menjawab: "Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak-anak yatim, dan lari berpaling pada saat peperangan, serta menuduh wanita-wanita mukminat yang suci berzina." (Hadits Muttafaq alaih)
Hadits ini menegaskan haramnya memakan harta anak yatim dan perbuatan ini tergolong kepada tujuh perkara yang masuk golongan dosa besar; kufur atau syirik kepada Allah, menggunakan sihir, belajar dan mempraktekkannya, membunuh dengan sengaja tanpa hak, memakan riba (melebihkan harta riba yang terdiri dari dua jenis: emas dan perak, dan barang-barang yang sejenis dengan keduanya termasuk uang kertas dan makanan), memakan harta anak yatim dengan cara yang dzalim dan aniaya, lari dari medan pertempuran saat berhadapan dengan musuh, dan menuduh berzina wanita-wanita mukminah dan laki-laki mu'min yang suci tanpa ada bukti-bukti dan saksi-saksi yang mesti berjumlah empat orang.
Ketujuh dosa besar ini, separuhnya mengandung dosa yang lebih besar di mata Allah ketimbang sebagiannya. Larangan melakukan ketujuh perkara ini tidak lain karena kesemuanya mengandung bahaya dan dapat merusak maslahat individu, masyarakat dan bahkan bangsa secara keseluruhan. Oleh karena itu harus dihindarkan karena mengandung kesesatan dan penyelewengan. (Taufik Munir)