Seorang muslim dan muslimah, tua dan muda harus menghormati ulama dan orang-orang yang berkedudukan, orang tua dan ahli kebajikan dalam setiap kondisi dan situasi. Khususnya saat meminta mereka menjadi imam dalam shalat berjamaah dan sebagainya, atau meminta mereka untuk shalat di barisan pertama di belakang imam langsung, atau juga dalam berbicara dan bermusyawarah, saat berdiskusi dalam masalah dan maslahat umat, atau saat menguburkan mayat, duduk dan berbaris, saat membutuhkan pertolongan dan sebagainya. Semunya itu merupakan etika Islam dan syari’atnya, akhlak dan mu’amalahnya yang harus dijaga.
Allah swt berfirman: “Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az Zumar: 9).
Shalat dan musyawarah adalah dua hal yang membutuhkan ilmu para ulama dan pendapat orang-orang pintar. Tentang anjuran untuk mengutamakan mereka dalam menjadi imam shalat, Muslim meriwayatkan dari Abu Mas’ud Uqbah bin ‘Amr al Badri al Anshari ra, dia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Hendaknya yang menjadi imam dalam satu kaum adalah orang yang paling bagus bacaannya terhadap Kitab Allah, jika semuanya sama dalam hal bacaan, maka diutamakan orang yang paling tahu tentang sunah. Jika pengetahuan tentang sunah itu juga sama rata, maka diutamakan orang yang paling lama berhijrah. Jika masih sama, maka didahulukan orang yang paling tua. Seseorang tidak boleh meminta orang lain untuk menjadi imam karena kekuasaannya, dan seseorang tidak boleh duduk di kasur orang lain kecuali atas izin pemiliknya.”
Orang tua dan ahli kebajikan hendaknya ditempatkan di barisan pertama dalam shalat. Muslim meriwayatkan dari Abu Mas’ud al Badri, dia berkata: Rasulullah saw mengawasi pundak kita dalam shalat dan berkata: “Luruskanlah dan jangan berbeda-beda sehingga hatimu akan saling berselisih. Hendaknya berdiri dibelakangku orang-orang yang baligh dan berakal, kemudian yang dibawahnya dan lalu yang lebih bawah lagi.”
Nabi saw juga bersabda dalam hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Abdurrahman bin Sahal ketika dia berbicara tentang masalah keimanan kaum Qasamah (kaum yang baru masuk Islam): “Hendaknya orang yang paling tua yang terlebih dahulu berbicara.”
Begitu juga Nabi saw berkata kepada Ibn Umar seperti yang diriwayatkan Muslim tentang bersiwak: “Mulailah dari yang gigi yang besar.”
Pada saat syuhada perang Uhud dikuburkan, Bukhari meriwayatkan dari Jabir ra, bahwa Nabi saw mengumpulkan dua orang laki-laki syuhada Uhud dalam satu kuburan, kemudian beliau berkata: “Siapa di antara keduanya yang paling banyak mengambil al Qur’an?” Jika ditunjukkan siapa yang paling banyak, maka beliau mendahulukan orang itu untuk dimasukkan ke dalam lahad.
Allah swt dengan kemuliaan dan anugerahnya juga telah menghormati orang-orang tua dan merahmatinya. Abu Daud meriwayatkan dalam hadits hasan dari Abu Musa al Asy’ari ra, dia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Bukti keagungan Allah ta’ala adalah betapa Allah menghormati orang-orang muslim yang telah beruban dan para pembawa Al qur’an yang tidak berlebihan dan tidak kasar serta menghormati para penguasa yang adil.”
Di sini mengandung anjuran untuk menghormati orang tua, penghapal al Qur’an dan imam yang adil.
Islam juga telah mewasiatkan manusia dalam hubungan sosialnya untuk menghormati dan menghargai orang tua, serta mempergaulinya dengan mu’amalah yang mulia dan special atas dasar kelemahan dan wibawa mereka.
Abu Daud dan Tirmidzi meriwayatkan –Hadits Hasan Shahih—dari Amr bin Syu’aib dari Bapaknya dari kakeknya ra, bahwa dia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Bukan termasuk golongan kita orang yang tidak menyayangi anak-anak kecil dan tidak mengetahui kehormatan orang-orang tua kita.”
Ini menunjukkan perlunya menjaga dan menghargai orang-orang yang tidak mampu, karena di sini terdapat perintah untuk menyayangi anak-anak kecil, dan menghormati orang-orang tua.
Abu Daud meriwayatkan bahwa Aisyah ra dilewati seorang pengemis, kemudian Aisyah memberinya sepotong makanan. Kemudian seorang laki-laki melewatinya dengan berpakaian dan berwibawa. Aisyah pun mempersilahkannya untuk duduk dan makan. Aisyah pun dipuji karena hal tersebut, lalu dia berkata; Rasulullah saw bersabda: “Tempatkan manusia pada tempatnya.” Artinya di sini ada perintah untuk memperhatikan tingkatan-tingkatan dan kedudukan orang-orang.
Hidup itu penuh dengan karma. Siapa yang menghormati kawan setingkatnya dan berperilaku sopan di depan orang tua, maka Allah akan menjaminnya akan dihormati oleh seluruh manusia pada saat diapun menjadi tua.
Tirmidzi meriwayatkan –hadits gharib—dari Anas ra, dia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Seorang anak muda tidak menghormati orang tua kecuali Allah akan menjaminnya dihormati orang lain juga pada saat ia tua.”
Dalam sebuah riwayat: “Hendaknya yang lebih tua didahulukan, yang lebih pintar didahulukan, yang lebih hapal diutamakan.”
Sedang dalam hal ilmu lain, maka tidak apa jika yang paling kecil didahulukan. Dalam hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Abu Said Sumrah bin Jundub ra, dia berkata: “Aku masih kecil pada zaman Rasulullah saw, aku saat itu menghapal al qur’an bersamanya. Beliau tidak melarangku untuk berbicara kecuali jika di situ ada orang-orang yang lebih tua dari aku.” (Taufik Munir)