Islam melarang –mengkategorikan larangan ini dengan karahah yang keras—seorang muslim membuang-buang harta dan uangnya untuk hal-hal yang tidak diperkenankan agama. Islam juga melarang banyak bertanya tentang segala hal yang tidak berguna dan berbicara berlebihan tentang hal-hal yang tidak ada faedahnya. Begitu halnya Islam telah mengharamkan perbuatan melawan pada orang tua, menguburkan anak-anak perempuan hidup-hidup sebagaimana yang dilakukan kaum jahiliah, tidak melaksanakan kewajiban, dan meminta harta yang bukan haknya. Di samping itu, Islam juga melarang untuk menunjuk atau menodongkan senjata kepada orang lain —baik main-main atau sungguhan—agar tidak membuatnya takut atau tidak mengancamnya. Karena menakut-nakuti orang hukumnya haram, seperti yang ditegaskan oleh sebuah hadits: "Tidak dihalalkan bagi seorang muslim untuk menakuti muslim lainnya." Kesemua larangan ini tidak lain ditujukan untuk terciptanya keselamatan manusia dan untuk menjaga harta dan kehormatannya.
Allah swt. Berfirman: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan." (QS. Al-Isra: 70)
Dia juga berfirman: "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata." (QS. Al-ahzab: 58)
Ada hadits Nabi yang menerangkan tentang larangan-larangan di atas. Tentang larangan untuk membuang-buang harta, contohnya adalah hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah ra, dia berkata: Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah ta'ala meridhai tiga hal pada diri kalian, dan juga membenci tiga hal. Dia meridhai kalian jika kalian menyembahNya dan tidak berbuat syirik terhadapNya, dan berpegang teguh pada tali Allah serta tidak berpecah belah. Dia membenci penyebaran isu-isu, banyak bertanya dan buang-buang harta."
Hadits ini menegaskan wajibnya beribadah kepada Allah dan larangan berbuat syirik terhadapNya, tetap berpegang teguh pada kitab Allah, dan menjaga kebersamaan kelompok dan jama'ah muslimin. Di samping itu hadits ini juga mengandung perintah untuk tidak berkata-kata suatu hal yang tidak bermanfaat dan tidak banyak bertanya agar seseorang tidak menjadi beban bagi yang lainnya.
Hadits lain muttafaq alaih juga menegaskan hal yang sama. Diriwayatkan dari Warrad --seorang juru tulis al Mughirah, dia berkata: "Al Mughirah bin Syu'bah memberitahukan kepadaku dalam suratnya yang ditujukan kepada Mu'awiyah ra: 'Bahwa Rasulullah saw pada setiap selesai shalat fardhu mengucapkan: (Tiada tuhan selain Allah, hanya Dialah yang tidak ada sekutunya, bagiNya segala kekuasaan dan segala puji, Dia maha berkuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang sanggup menahan atas apa yang Engkau beri, dan tidak ada yang bisa memberi apa yang Engkau tahan, dan kekayaan seseorang tidak ada gunanya di mataMu). Dalam suratnya juga termaktub: "Rasulullah saw telah melarang qiil wa qaal (menyebarkan isu), banyak bertanya, melawan pada ibu, mengubur anak perempuan hidup-hidup, dan man'an wa haatin (tidak melaksanakan kewajiban tapi meminta sesuatu yang bukan haknya)."
Hadits ini menunjukkan dibencinya tiga perkara; berbicara secara berlebihan, membuang-buang harta, dan banyak bertanya hal yang tidak bermanfaat. Juga menunjukkan diharamkannya tiga perkara: melawan ibu (termasuk bapak), mengubur hidup-hidup anak perempuan seperti yang dilakukan orang-orang Jahiliah, dan menolak melaksanakan kewajiban serta meminta hal-hal yang bukan haknya.
Kata 'Ibu' dalam hadits tadi lebih khusus disebutkan, karena ibu bersifat lemah. Di samping itu, ibu lebih diutamakan tiga derajat dari bapak, lagi pula karena perlawanan biasanya banyak terjadi pada ibu-ibu.
Adapun tentang larangan menunjuk atau menodongkan senjata kepada orang lain, baik itu main-main atau sengaja, ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: "Tidak diperkenankan bagi seseorang di antara kalian untuk menodongkan senjatanya kepada saudaranya, karena sesungguhnya dia tidak tahu jika syetan tengah membayang-bayangi tangannya, sehingga dia akan terjerumus ke dalam lobang api."
Dalam sebuah riwayat Muslim, dia berkata: Abul Qasim saw bersabda: "Siapa yang mengacungkan senjata di mata saudaranya, malaikat melaknatnya walaupun saudara itu tiri bagi dia."
Kedua riwayat hadits ini menunjukkan haramnya menakut-nakuti orang lain, baik itu main-main ataupun sungguh-sungguh. Karena senjata rawan bahaya, seseorang bisa lengah dan berbuat salah sehingga dia akan menggunakannya tanpa disengaja, bahaya dan kerusakan pun tidak lagi bisa dihindarkan. Kedua hadits ini juga menyatakan bahwa Syetan akan mempergunakan kesempatan ini untuk membisiki pemegang senjata agar mendekati orang lain sehingga bisa melukainya bahkan membunuhnya.
Syari'at juga melarang seseorang untuk menghunuskan pedangnya. Seperti yang diriwayatkan Abu Daud dan Tirmidzi –hadits hasan-- dari Jabir bin Abdullah ra, dia berkata: "Rasulullah saw telah melarang menghunuskan pedang." Atau mengeluarkan pedang dari sarungnya.
Hadits ini menegaskan dibencinya mengeluarkan pedang dari sarungnya, seperti halnya juga pisau dan senjata api yang berisi peluru. Karena bisa menjerumuskan pemiliknya sehingga berbuat khilaf dan melukai orang lain, menusuk mata atau bahkan membunuhnya. Ini banyak terjadi. Bahaya dan kerusakan pun akan melanda.
Larangan-larangan yang telah diperingatkan syari'at ini tidak lain dimaksudkan untuk menjaga keselamatan dan kehormatan hidup manusia. Seseorang tidak selalu bisa mengontrol senjata yang dimilikinya. Kadang dia bisa salah dan khilaf akibat memain-mainkan senjata tersebut. Bencana pun tak dapat dihindarkan. Oleh karenanya lebih baik bagi kita menghindari dan menjauhi resiko-resiko ini sebisa mungkin, sehingga kita bisa jauh dari bencana dan masalah serta tidak menyesal kemudian.
(Taufik Munir)