Kata “al Birr” merupakan kata yang mencakup seluruh makna kebaikan; sebuah perkara yang mudah, mencakup kata-kata manis dan wajah yang berseri-seri. Kata-kata manis yang membimbing kepada perilaku baik dan wajah yang berseri saat menemui teman dan kerabat, merupakan tanda-tanda kebaikan. Hal itulah yang bisa menarik hati dan menanamkan rasa cinta dan kasih sayang, kejernihan dan ketulusan. Sedangkan kata-kata kasar dan wajah yang masam, keduanya membuat jengah dan dibenci oleh seluruh manusia.
Karena Islam adalah risalah perdamaian dan seruan baik untuk seluruh manusia, maka Islam telah menyuruh untuk bertutur kata dengan manis dan muka berseri saat bertemu dengan orang-orang yang dicintai. Di sini terkandung maslahat untuk dakwah Islamiah sendiri dalam penyebarannya di kalangan manusia.
Allah swt berfirman yang menyuruh NabiNya untuk berbicara dan bersikap lembut: “Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. Al Hijr: 88).
Allah memperingatkan NabiNya untuk tidak berkeras hati, berbicara kasar dan berwatak keras: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Al Imran: 159).
Sunah Nabi saw banyak yang seiring dengan Al Qur’an dalam segala hal yang baik dan bermanfaat. Di antaranya masalah adab yang baik ini.
Dalam hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Udai bin Hatim ra, dia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Hindarilah api neraka walaupun hanya dengan bersedekah sebiji korma, dan siapa yang tidak menemukannya maka bersedekahlah dengan ucapan yang manis.”
Hadits ini menunjukkan anjuran bersedekah walau sedikit. Allah swt berfirman: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. Az zalzalah: 7)
Jika orang yang dimintai sedekah tidak menemukan sesuatu yang bisa diberikannya, maka dianjurkan baginya untuk membalas pengemis tersebut dengan ucapan yang baik dan berdoa dengan kebaikan dan kemudahan, taufiq dan rizki.
Ucapan yang lembut dalam hal kebaikan dianggap sedekah yang berpahala, karena kelembutan kata menunjukkan tingkat penghormatan seseorang kepada orang lain. Lagi pula kata-kata yang baik juga dapat menghilangkan kedengkian dan kebencian dalam jiwa.
Dalam hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda dalam sebuah hadits yang panjang: “Kata-kata yang baik adalah sedekah.”
Senyuman dan keceriaan wajah, kelembutan kata dan kalimat adalah sedekah seperti halnya sedekah dengan harta.
Muslim meriwayatkan dari Abu Dzar ra, dia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Jangan engkau cela sedikitpun sesuatu kebaikan walaupun engkau menemui saudaramu dengan wajah yang berseri.” Karena wajah yang berseri ini akan menumbuhkan kecintaan dan kasih sayang dalam hati.
Menyebarkan benih cinta dan kasih sayang di antara manusia khususnya orang-orang mukmin merupakan salah satu tujuan syariat Islam yang suci.
Al Qur’an telah mengumpamakan pengaruh kalimat dan ucapan yang baik di masyarakat dengan kalimat tauhid, sementara kalimat yang buruk diumpamakan dengan kalimat syirik dan kekufuran.
Yang pertama tentunya sangat bermanfaat dan bisa diterima, tumbuh seperti pohon yang diberkahi dan memiliki banyak cabang dan ranting. Sementara yang kedua ditolak dan dibenci dari dasarnya dan tidak akan tumbuh meninggi serta tidak memiliki cabang dan ranting yang rindang.
Allah swt berfirman: “Tidakkah kamu kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.” (QS. Ibrahim 26).
Kalimat dan kata-kata yang baik akan abadi sepanjang zaman. Jika tidak karena kebaikan kata-kata dan kesabaran akan cercaan dan siksaan dari kaum musyrikin dan sebagainya, Islam tidak akan menyebar ke Barat dan Timur dan kita tidak akan menjadi pewaris ulama-ulama agama, adab dan syari’at Allah. Oleh karena itu kita harus mensyukuri nikmat ini dan setiap orang harus membiasakan dirinya untuk selalu bermanis kata, lembut dalam perasaan, baik dalam perjumpaan, indah dalam tatakrama dan berdakwah kepada agama Allah dengan sesuatu yang bermanfaat dan abadi, dan menjauhi perkara-perkara buruk yang membuat kita muak dan benci.
Allah swt berfirman: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An Nahl: 125).
Sepertinya kalimat rahmat yang paling indah dan abadi, diabadikan oleh kaum muslimin untuk Nabi mereka saat penganiayaan kaum musyrikin atas beliau semakin memuncak adalah kalimat: “Allahummaghfir li qaumi fa Innahum la ya’lamuun.” (Ya Allah, ampunilah kaumku karena mereka tidak mengetahui). Atau kalimat: “Allahummahdi qaumi fa innahum la ya’lamuun.” (Ya Allah, berilah petunjuk kaumku karena mereka tidak mengetahui). (Taufik Munir)