Ciri yang paling paling menonjol dari masyarakat Islam adalah adanya kerjasama dalam kebaikan. Siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Dan siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupinya di dunia dan di akhirat. Siapa yang membantu orang lain, maka orang itulah sosok yang benar-benar memiliki sifat kemanusiaan yang tinggi, berkasih sayang dan memiliki perasaan akan kuatnya persaudaraan di antara seluruh manusia, sehingga dia akan menyebarkan benih-benih cinta kasih, baik dalam bergaul dan berakhlak karimah.
Akhlakul karimah adalah salah satu sifat Islam yang paling tinggi, dan merupakan adab moralitas kemansiaan yang paling mulia.
Setiap orang harus berpegang teguh dengan moralitas ini dan menundukkan jiwanya untuk selalu melakukan kebaikan dan memenuhi hajat serta kebutuhan orang lain, jika dia mampu melakukannya.
Segala sesuatu membutuhkan zakat (sedekah), zakat dalam menyebarkan ilmu, zakat dalam pangkat dan kedudukan seperti halnya zakat harta dan zakat kesehatan yang senantiasa akan tetap menjaga kesehatan tersebut. Jika seseorang melakukan kebaikan, maka tidak akan dilupakan selamanya, pelaku kebaikan akan menjaga pelaku keburukan.
Allah swt berfirman: "Sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan." (QS. Al Hajj: 77)
Juga firmanNya: "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa." (QS. Al Imran: 133)
Allah juga mengambarkan para rasul dan nabinya sebagai orang-orang yang bersegera untuk melakukan kebaikan, Dia berfirman: "Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya." (QS. Al Mu'minun: 61)
Sunnah Nabi saw juga menjelaskan pahala bagi perilaku memenuhi kebutuhan orang lain dan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan di dunia. Mereka adalah ahlul ma'ruf di akhirat juga. Dalam hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Ibn Umar ra, bahwa rasulullah saw bersabda: "Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, dengan demikian tidak dibolehkan baginya untuk mendzaliminya, tidak menyerahkan dia kepada musuhnya atau hawa nafsunya dan syetannya, dan barang siapa yang bisa memenuhi hajat saudaranya, maka Allah akan penuhi hajatnya, dan barangsiapa yang melapangkan kesulitan orang muslim, maka Allah akan melapangkan kesulitannya juga pada hari kiamat, dan siapa yang menutupi cacat seorang muslim, Allah akan menutupi cacatnya pada hari kiamat."
Hadits ini menunjukkan bahwa Allah mencintai kebaikan seseorang terhadap saudaranya, juga menunjukkan haramnya seorang muslim mendzalimi dan menyerahkan saudaranya ke tangan orang-orang yang dzalim. Hadits juga menunjukkan keutamaan usaha untuk memenuhi kebutuhan dan hajat orang lain dan melapangkan kesedihan dan kesulitannya. Karena manusia adalah saudara bagi manusia lain, baik yang dicintai atau yang dibencinya: "Dan siapa yang berjalan untuk memenuhi kebutuhan saudaranya, maka itu lebih baik baginya dari I'tikaf 20 tahun." (HR. Thabrani)
Hadits-hadits lain juga menguatkan wasiat kemanusiaan yang sangat agung ini dan menerangkan besarnya pengaruhnya. Kerjasama yang tulus merupakan kemuliaan yang tinggi, karena rantai masyarakat itu seperti halnya sebuah jaring, jika pada bagian-bagiannya saling menguatkan, maka jaring itu pun akan kuat, dan akan menjadi stabil serta aman, dengan demikian matahari kebaikan dan anugerah akan terpancar dari semua sisinya yang terang.
Di antara wasiat Nabi ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda: "Siapa yang melapangkan seorang mukmin dari kesulitan-kesulitan dunia, maka Allah akan melapangkannya dari kesulitan-kesulitan hari kiamat, dan siapa yang mempermudah orang yang tengah kesusahan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan akhirat. Dan siapa yang menutupi aib seorang muslim Allah pun akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan tetap menolong hambanya selama hamba ini juga menolong saudaranya."
"Dan barang siapa yang melewati sebuah jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya menuju surga."
"Suatu kaum tidak berkumpul di salah satu rumah Allah, membaca Kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, kecuali akan diberikan kepadanya ketenangan, dan mereka akan dipenuhi rahmat dan dikelilingi malaikat, Allah akan tetap menyebut amal yang mereka kerjakan. Dan barang siapa yang kurang dalam melakukan amalnya, maka keturunannya pun tidak akan dipercepat.
Hadits ini menunjukkan akan keutamaan mempermudah orang yang kesusahan dengan menunaikan hutangnya, atau membebaskan dan menundanya. Juga menunjukkan akan kutamaan ilmu dan usaha dalam menuntutnya, serta anjuran untuk berkumpul dalam rangka mempelajari, membaca Al Qur'an dan meningkatkan bacaannya, menghapal dan mendalaminya dalam rangka kebaikan, juga menunjukkan perlunya memenuhi hajat orang lain dan berpartisipasi dalam menghilangkan kesedihan dalam rangka mewujudkan solidaritas sosial di kalangan muslimin, melakukan kerjasama serta mengurangi kesulitan dan kesusahan serta meringankan penderitaan akibat bencana dan krisis yang dialami.
Hadits ini ditutup dengan menyatakan bahwa kebaikan itu dicapai dengan amal shaleh dan memenuhi kebuituhan orang lain, dan bahwa kebahagiaan juga bisa diwujudkan dengan amal bukan dengan harta dan keturunan atau dengan hanya menyandarkan kemuliaan orang tua dan keluarga. (Taufik Munir)