Usaha dan perantaraan yang terpuji serta upaya melakukan ishlah dalam sebuah perseteruan sampai sekarang pun masih diinginkan dan memiliki dampak yang signifikan dalam mewujudkan tujuan-tujuan mulia. Dampak ishlah dalam menyelesaikan perseteruan melebihi cara penyelesaian yang menggunakan paksaan dengan kekuatan. Karena pengaruh kekuatan ini akan cepat hilang, sementara pengaruh dari usaha-usaha terpuji akan tetap ada. Dalam upaya ishlah rasa iri dan dengki yang ada dalam hati menjadi hilang karena upaya ini lebih berdasarkan pada kerelaan, menghormati seluruh pihak yang bertikai dan saling memahami, toleran, saling menyayangi dan saling memohon maaf atas kesalahannya masing-masing. Dengan demikian jiwa pun akan menjadi lembut dan suci.
Syari'at pun telah menganjurkan untuk selalu melakukan ishlah (perdamaian) di kalangan manusia. Untuk menyatakan makna ini, banyak ayat al Qur'an yang menganjurkan ishlah ini, dan menganggap damai itu lebih baik daripada menggunakan kekuatan dan tiran.
Allah swt berfirman: "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia." (QS. An Nisaa: 114)
Dan firmanNya: "Dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)." (QS. An Nisa: 128)
Allah juga berfirman: "Sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu." (QS. Al Anfal:1)
Dia juga berfirman: "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (QS. Al Hujuraat: 10)
Seluruh ayat ini ada yang menyatakan bahwa ishlah merupakan kebaikan dan keutamaan, ada juga yang memerintahkan secara jelas untuk melakukan ishlah atas kegunaannya yang sangat jelas dan dapat menghilangkan bahaya serta bisa menghindarkan pertikaian yang tidak pernah berkesudahan.
Di samping itu sunah Nabi juga menegaskan akan pentingnya memilih jalur ishlah dengan menjelaskan pahala dan keutamaannya, barakah dan pengaruhnya yang baik.
Dalam hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, dia berkata: Rasulullah saw bersabda: "Setiap sendi tulang tubuh manusia wajib bersedekah, setiap hari terbit matahari dan engkau mendamaikan dua orang yang bertikai adalah sedekah, engkau membantu seseorang untuk menunggangi binatangnya dan mengangkatkan barangnya juga sedekah, ucapan yang baik juga sedekah, dan setiap langkah yang engkau lakukan untuk menunaikan shalat juga sedekah, menyingkirkan duri dari jalan juga merupakan sedekah."
Hadits ini menyatakan wajibnya bersyukur atas nikmat Allah dengan bersedekah. Bersyukur ada dua macam; syukur wajib, dengan cara menunaikan kewajiban dan meninggalkan yang haram, dan syukur yang mustahabb yaitu dengan melakukan hal-hal sunah ketaatan, seperti dzikir dan melakukan sesuatu yang bermanfaat, membantu orang lain dan berbuat adil.
Untuk mempermudah tugas seorang pendamai, maka syari'at membolehkannya untuk berbuat bohong demi sebuah perdamaian dan dalam rangka mendekatkan sudut pandang antar pihak bertikai serta mewujudkan maslahat yang lebih besar.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abu Mu'aith ra, dia berkata: "Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Tidak dikatakan pembohong orang yang melakukan ishlah di antara manusia, karena dia dapat menumbuhkan kebaikan dan mengucapkan kebaikan."
Dalam riwayat Muslim ada tambahan, yaitu Ummu Kultsum berkata: "Aku tidak pernah mendengar Rasulullah saw membolehkan satu hal yang berkenaan dengan ucapan manusia kecuali dalam tiga hal: Peperangan, mendamaikan manusia, dan ucapan seorang suami kepada istrinya atau ucapan istri kepada suaminya." Atau, bohong itu asalnya haram, tapi pada tiga kondisi ini dibolehkan demi untuk mewujudkan maslahat yang lebih besar lagi bahkan berbohong bisa diwajibkan jika tujuannya untuk melindungi seseorang agar tidak binasa.
Tentang kisah upaya-upaya Nabi saw dalam melakukan ishlah adalah seperti yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra, dia berkata:
"Rasulullah saw mendengar suara pertengkaran di balik pintu dan suaranya sangat tinggi sekali, karena salah satu yang bertikai berusaha memohon yang lainnya untuk meringankan hutangnya dan meminta kelembutan hatinya. Akan tetapi orang itu menjawab: Demi Allah aku tidak akan melakukannya! Akhirnya Rasul pun keluar dan menemui keduanya seraya berkata: Siapa tadi yang bersumpah atas nama Allah? Maka dia tidak sama sekali berbuat kebajikan. Lalu orang itu menjawab: Aku wahai Rasulullah, kalau begitu dia boleh melakukan apa yang dia suka."
Makna dari hadits ini adalah, bahwa Nabi saw mendengar suara dua orang yang bertikai, di mana orang yang berhutang meminta kepada orang berpiutang untuk meringankan sedikit hutangnya. Kemudian yang berpiutang segera menolaknya. Nabi saw merasa sakit dengan apa yang didengarnya. Lalu beliau berkata: Siapa tadi yang bersumpah demi Allah untuk tidak melakukan kebaikan? Dalam hal ini ada kecaman yang tajam bagi orang yang bersumpah untuk tidak melakukan kebaikan. Kemudian orang yang keras kepala itu mengakui bahwa dia yang melakukan sumpah tersebut. Nabi saw pun bersegera untuk menyuruh orang yang berpiutang untuk meringankan hutangnya. Hadits juga memerintahkan untuk berlemah lembut terhadap orang yang berhutang dengan membebaskan atau meringankan hutangnya dan melarang bersumpah untuk tidak melakukan kebaikan serta menganjurkan untuk berusaha melakukan ishlah antara dua orang yang bertikai.
Menerima ishlah dalam menyelesaikan pertikaian merupakan bukti adanya toleransi dan keinginan untuk meringankan beban orang lain, juga sebagai ciri adanya ketinggian jiwa dan kehormatan. Menerima ishlah bukan bukti dari kelemahan dan kehinaan. Ini jelas tidak bisa diterima, karena "kesabaran adalah tuannya akhlak". (Taufik Munir)