Kebencian terhadap para pelaku maksiat boleh diekpresikan dengan cara mengucapkan laknat (kutukan) asal tidak ditujukan kepada orang tertentu. Dibolehkan juga untuk melaknat orang-orang yang biasa bermaksiat tanpa ditentukan orangnya. Semuanya itu dihalalkan untuk menekan orang-orang dzalim dan yang bermaksiat, serta mengingatkan mereka akan perlunya berhenti melakukan maksiat dan membawa mereka untuk beristiqamah. Dalam al Qur'an dan hadits Nabi saw banyak dalil yang membolehkan laknat secara umum semacam ini dengan syarat tidak menentukan orang dan tidak menyebut namanya.
Allah swt berfirman: "Ingatlah kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim." (QS. Huud: 18).
Dia juga berfirman: "Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu: 'Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al A'raaf: 44) Ini adalah laknat atas satu golongan yang biasa identik dengan sifat dzalim, fasik dan kafir.
Dalam hadits shahih telah dinyatakan, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Allah melaknat al waashilah dan al mustaushilah." Tidak ada beda antara semuanya dalam hukum haram tersebut, baik pelakunya tersebut istri seseorang ataupun bukan, sudah menikah ataupun belum. Karena hal ini dianggap merubah ciptaan Allah dan memalsukan serta menampakkan penampilan yang tidak sebenarnya untuk menarik hati suami.
Juga telah dinyatakan dalam hadits shahih lain, Nabi saw bersabda: "Allah melaknat pemakan riba." Allah juga melaknat para pelukis.
Nabi saw bersabda: "Allah melaknat orang yang merubah batas-batas tanah." Yaitu dengan cara merampas sebagian tanah tetangganya.
Beliau juga bersabda: "Allah melaknat pencuri yang mencuri telur." Juga bersabda: "Allah melaknat orang yang melaknat kedua orangtuanya."
Dan sabdanya: "Allah melaknat orang menyembelih tidak atas nama Allah."
Tentang Madinah, beliau bersabda: "Barangsiapa yang melakukan bid'ah di dalamnya, atau melindungi pembuat bid'ah, maka baginya laknat Allah, malaikat dan seluruh manusia."
Nabi juga berdoa: "Ya Allah, laknatlah kaum Ri'il, kaum Dzakwan, juga kaum 'Ushiyyah, karena mereka telah menentang Allah dan rasulnya." Ketiganya merupakan kabilah Arab yang suka membunuh dan menyukai peperangan.
Nabi juga bersabda: "Allah melaknat orang-orang Yahudi yang telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid."
Beliau juga bersabda: "Allah melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan, dan perempuan yang menyerupai laki-laki." Sebagai mana termaktub dalam kitab "Riyaadhusshalihin".
Lafadz-lafadz hadits ini sebagiannya tercatat dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim, dan sebagiannya lagi ada pada salah satu dari keduanya.
Diharamkan mencaci seorang muslim atau muslimah tanpa hak, sesuai dengan firman Allah swt: "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata." (QS. Al Ahzaab: 58)
Atau mereka telah menanggung kebohongan yang besar dan dosa yang nyata.
Banyak sunah dan hadits Nabi menegaskan haramnya saling mencaci dan mencemooh. Di antaranya hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud ra, dia berkata: Rasulullah saw bersabda: "Saling mencaci di antara muslim merupakan kefasikan dan memerangi orang muslim adalah kekufuran." Atau, menghina seorang muslim dan menjelek-jelekkannya sama dengan fasik, atau keluar dari ketaatan pada Allah, dan dosa memeranginya sama dengan dosa kekufuran.
Hadits ini menunjukkan larangan untuk melaknat dan membunuh seorang muslim, karena perilaku semacam ini keluar dari garis persaudaraan Islam dan iman.
Hadits lainnya di antaranya adalah yang diriwayatkan Bukhari dari Abu Dzar ra, bahwa dia mendengar Rasulullah saw bersabda: "Seseorang tidak boleh menuduh orang lain dengan kefasikan dan kekufuran, jika tidak, maka itu akan kembali pada dirinya sendiri apabila yang dituduh tidak fasik dan tidak kafir."
Atau bahwa tuduhan kafir dan fasik itu akan kembali kepada penuduhnya.
Ini merupakan bukti haramnya memfasikkan seseorang yang tidak fasik atau orang yang keluar dari keta'atan kepada Allah. Hadits juga menyatakan kafirnya seseorang yang menuduh seorang mukmin lain kafir. Atau dia akan terkena sendiri ucapannya.
Saling mencaci merupakan kejahatan yang keji. Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Dua orang yang saling mencaci, maka yang memulai akan menanggung dosanya, sampai yang didzalimi dengan cacian itu juga ikut berbuat aniaya."
Atau orang yang memulai cacian tersebutlah yang menanggung dosanya, kecuali yang dicaci kembali membalasnya sampai yang pertama mencaci merasa lebih terhina.
Memang telah diketahui bahwa dibolehkan bagi orang yang dicaci untuk membela dirinya sendiri, sesuai dengan firman Allah swt: "Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Annisa: 148) Akan tetapi bersikap sabar dan memaafkan itu lebih afdhal, sesuai dengan firmanNya: "Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan." (QS. As Syuura: 43)
Di antara etika Islam adalah tidak boleh menghina orang yang dikenakan had (hukuman yang telah ditetapkan syari'at). Karena had dalam Islam bertujuan untuk mendidik, bukan untuk menganiaya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah, dia berkata: "Nabi saw didatangi seorang laki-laki yang mabuk, lalu beliau berkata: 'Pukullah orang ini!' Kemudian Abu Hurairah berkata lagi: Di antara kita ada yang memukulnya dengan tangan, ada juga dengan sendal, dan ada yang memukul dengan bajunya. Setelah orang tersebut pergi, sebagian kaum berkata: 'Allah mencela dan merendahkan kau!' Kemudian Nabi berkata: 'Jangan kau ucapkan ini dan jangan kau perbantukan syetan terhadap dirinya."
Atau, menghina seorang pemaksiat yang telah diberi sanksi sama dengan melaksanakan propaganda syetan yang telah menghiasi orang itu dengan maksiat. Jika orang-orang mendo'akannya agar rendah dan cela, maka berarti mereka telah mewujudkan keinginan dan maksud syetan tersebut.
Termasuk keadilan dan rahmat Allah swt jika Dia mengharamkan kedzaliman terhadap seseorang, bahkan terhadap pembantu sekalipun. Jika dilanggar, maka orang yang berlaku dzalim tersebut akan mendapatkan adzab hari akhirat. Sesuai dengan hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang menuduh hambanya berzina, maka dia akan dikenakan had pada hari kiamat, kecuali yang tertuduh memang benar adanya."
Atau orang yang menuduh budaknya berzina tanpa hak, maka Allah akan menyiksanya di hari akhirat. (Taufik Munir)