Surat Edaran Kapolri No. SE/06/X/2015 berkaitan Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) jadi buah bibir di penduduk, terutama di jejaring sosial, twitter, Fb, & lain-lain.
Menyikapi Surat Edaran Kapolri tersebut, Sylviani Abdul Hamid (Direktur Eksekutif SNH Advocacy Center) menilai terbitnya Surat Edaran Kapolri memperlihatkan rezim waktu ini sudah kembali ke era orde-orde sebelum reformasi, pasalnya Surat Edaran ini serupa bersama Undang-undang Nomer 11/PNPS/Tahun 1963 berkaitan Pemberantasan Aktivitas Subversi yg sudah dicabut kepada musim awal reformasi.
“Mirip dgn Undang-Undang Subversi, namun tidak serupa order. Jikalau Undang-undang Subversi terang ordernya dari pemerintah, bila ini (Surat Edaran Kapolri berkenaan Hate Speech, red) ada dugaan didorong grup tertentu, lantaran di dalamnya tak membahas mengenai garis vertikal (penduduk & pemerintah), bakal namun menerangkan mengenai pencegahan konflik horizontal,” papar Sylvi.
Katanya, Surat tersebut diduga ditujukan lebih kusus pada para pemuka agama, khotib, & penceramah-penceramah agama khusunya Islam, & netizen yg condong tidak sama pandangan kepada group yg mereka duga sudah menyebarkan ajaran/aliran yg sudah keluar dari ajaran-ajaran fundamental dalam Islam.
“Hipotesa ini telah lewat kajian yg kita jalankan kepada Surat Edaran tersebut & serta dari pengamatan atas histori sebelum keluarnya Surat Edaran ini,” terang Sylvi aktivis yg pun sbg advokat.
“Dari point-point yg di sampaikan dalam Surat Edaran itu, kita menduga ada grup yg dituju oleh Surat Edaran & ada kelompok-kelompok yg ‘merasa’ dilindungi", kata Sylvi.
Beliau menduga Surat Edaran ini yakni pesanan kelompok-kelompok tertentu yang ingin membuat 'bungkam' kegiatan netizen para penceramah utk tidak menyudutkan kelompoknya.
Beliau pun mengingatkan sejarah penutupan/pemblokiran situs-situs & website-website Islam yg sempat dilakukan oleh KEMENKOMINFO yang begitu banyaknya beberapa waktu lalu.
Pemblokiran tersebut tuturnya tak ujug-ujug dilakukan, walau terhadap hasilnya dilakukan pembukaan kembali pemblokiran tersebut.
“Jelas website-website Islam tak menyudutkan pemerintah, bakal namun benar-benar ada kelompok-kelompok tertentu yg mengupayakan dibuka kembali; dibongkar praktek kesesatannya,” sambung Sylvi disela-sela diskusi terbatas di bilangan Cilangkap.
Dia memohon kepada Kapolri utk segera mencabut Surat Edaran berkenaan Hate Speech, dikarenakan, katanya, segala tindak pidana tertkait bersama aksi pidana yg dimaksud dalam Surat Edaran telah termaktub dalam KUHP & Undang-undang yang lain.
“Buat apa lagi, toh telah diatur & menyebar di dalam peraturan perundang-undangan lain. Apa ingin menakut-nakuti masyarakt?” tutup Sylvi.
Walau begitu, Sylvi malas mengungkapkan kelompok-kelompok yg diduga juga sebagai pendorong terbitnya Surat Edaran Kapolri menyangkut Hate Speech yang dimaksud.*