"Susun dan Sebar" dalam Retorika Al-Quran
LAFF WAN NASYR merupakan tehnik komunikasi klasik yang menitikberatkan pada penyusunan kalimat yang terdiri dari kata-kata untuk kemudian disebar satu persatu --baik secara beraturan atau tidak--, dengan satu keyakinan bahwa pendengar akan "merespon" dengan asumsi bahwa si 'pembicara' atau 'penulis' tahu dari indikasi-indikasi yang termaktub dalam lafaz atau maknanya.
Kesimpulannya, Laff Wa Nasyr hanyalah menyebutkan dua hal atau lebih baik secara detail atau secara global. Kalau penyebutannya dengan detail berarti kita mengajukan dua hal atau lebih kemudian diurai satu persatu. Sedangkan kalau penyebutannya secara global saja, berarti anda cukup membuat satu kalimat saja tapi komprehensif (mengandung penafsiran lebih).
Berdasarkan definisi tadi, Laff wa Nasyr terbagi pada dua bagian:
BAGIAN PERTAMA: SUSUNAN TERPERINCI
Susunan jenis ini ialah kata-kata yang disebar sedetail mungkin. Penyebaran kata tersebut juga ada yang beraturan (tartib) dan ada pula yang tidak beraturan (ghair tartib).
Contoh penyebutan yang beraturan disebutkan dalam surah al-Qashash ayat 73.
Dan karena rahmat-Nya, dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian karunia-Nya (pada siang hari).
Pada ayat ini Allah swt menyebutkan dua hal, yaitu siang dan malam. Allah swt memberitahu bahwa karena rasa kasih sayang-Nya kepada umat manusia Ia memberikan dua garis waktu yaitu siang dan malam. Untuk apa? Karena al-Quran menyebutkan dua hal tadi, maka jawabannya pun harus dua hal pula. Pertama, Allah menciptakan malam supaya kita bisa istirahat ("supaya kamu beristirahat padanya"). Kedua, Allah menciptakan siang supaya kamu bisa membuka aktifitas baru untuk mencari nafkah ("supaya kamu mencari sebahagian karunia-Nya").
…dia jadikan untukmu malam --> 1
dan siang --> 2
supaya kamu beristirahat di malam itu --> 1
dan supaya kamu mencari sebahagian karunia-Nya --> 2
Lihat, kata "malam" pada ayat di atas disebutkan pada urutan pertama. Lalu hikmahnya pun disebutkan pada urutan pertama. Sedangkan "siang" yang disebutkan pada urutan kedua, hikmahnya pun disebutkan pada urutan kedua. Tertib. Dengan demikian pembaca atau pendengar tidak perlu berfikir dua kali untuk menyatakan mana dipasangkan kemana, atau tertukar antara yang satu dengan yang lain.
Contoh penyebutan yang tidak beraturan disebutkan dalam sebuah syair:
Bagaimana aku bisa terhibur,
sedangkan engkau seperti tumpukan pasir yang berkelok,
bagai dahan, atau kijang betina
kedip matanya, yang tinggi dan selalu membuntuti.
Kedipan matanya ditujukan kepada 'kijang betina', 'yang tinggi' untuk 'dahan', dan 'membuntuti' untuk 'tumpukan pasir'.
BAGIAN KEDUA: SUSUNAN GLOBAL
Diterangkan di atas bahwa Laff wa Nasyr ada yang terbentuk secara terperinci, namun ada pula yang mujmal, alias globalnya saja.
Kendatipun pada bagian kedua ini penyebutannya global, namun komplit. Itu artinya sekalipun lafalnya memang singkat, namun makna yang tersimpan mengandung kalimat yang 'sejodoh' dengan kata bentukannya.
Misalnya:
Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". (QS. Al-Baqarah: 111).
Ayat ini menyebut tentang sesumbar dua kelompok penganut agama samawi selain Islam, yaitu Yahudi dan Nasrani. Kedua kelompok ini menyatakan bahwa tidak ada yang bakal masuk surga kecuali kelompok mereka. Masing-masing 'kekeuh' dengan pendapatnya sendiri.
Pertanyaan yang timbul: dimana Laff wa Nasyr tipe kedua yang dimaksud? Indikasi adanya Laff wa Nasyr bisa dilacak dari adanya kataganti (dhamir) orang ketiga plural pada ayat tersebut, yaitu: "mereka". Mereka yang dimaksud tentu saja Yahudi dan Nasrani. Indikator kedua yaitu kata sambung "atau". Jadi kira-kira yang dimaksud ayat tersebut berbunyi:
Dan Yahudi berkata:
"Sekali-kali tidak akan masuk surga
kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi", --> 1
atau Nasrani berkata:
"Sekali-kali tidak akan masuk surga
kecuali orang-orang (yang beragama) Nasrani". --> 2
Padahal aslinya:
"Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata..." dst.
Susunan diantara dua kalimat tadi digelar dengan singkat, tapi padat. Barangkali berangkat dari satu keyakinan bahwa pendengar pasti mampu menjawab kata-kata kedua kelompok tadi. Selain itu, sekalipun susunan kalimatnya singkat namun tetap aman dari ambiguitas. Alasannya, pendengar juga maklum perseteruan abadi dua kelompok tersebut yang saling menyesatkan satu sama lain dengan tuduhan klise bahwa selain kelompoknya tidak akan masuk surga. Wallahu a'lam #
Terima kasih guruku, KH. Uuf Zaki Ghufron.