Kepalsuan merebak dimasyarakat yang sedang mencari jatidiri.
Akhir-akhir ini banyak provokator agama bergentayangan di tengah-tengah masyarakat. Dengan penampilan dan casting yang mirip ulama, mereka menguasai mimbar khotbah dan corong-corong mikrophone rumah ibadah. Dengan suara lantang mencaci dan menghardik siapapun yang tidak sesuai dengan pendapan dan kepentingan politik mereka.
Mereka ini suka menggunakan ayat dan mengatasnamakan agama untuk menyerang dan menghancurkan sesama. Selalu mengutip ayat dalam setiap perkataan, selalu bersandar dalil dalam setiap amalan. Dalil dan ayat itu mereka ucapkan secara lantang seperti membaca mantra sulap. Kemudian dipahami secara tekstual. Apapun perbuatan dan amalan yang tidak sesuai dengan ayat dan dalil yang mereka bacakan dan pahami akan dianggap sesat (BID'AH) dan bahkan kafir.
Karena casting dan orasi yang memukau dan menggiurkan maka banyak orang yang hanyut dalam provokasi yang disampaikan. Banyak anak muda yang terlena kemudian mabuk oleh racun dan virus pemikiran yang mereka tebarkan. Akibatnya anak-anak muda itu menjadi robot yang kehilangan akal sehat, perilakunya seperti robot yang remote control-nya dipegang oleh para provokator yang meracuninya. Mereka dipisahkan dari orang tua dan para ulama yang bijaksana atas nama pemurnian agama.
Para provokator agama yang sering merujuk ayat dan dalil secara tekstual tanpa menguasai ilmu keagamaan yang memadai itu seperti dokter palsu yang membuat diagnosa dan memberikan resep obat hanya berdasar pada teks kesehatan dan buku kedokteran. Bayangkan seorang yang tidak pernah sekolah kedokteran dan tidak menguasai ilmu kesehatan kemudian memberi resep dan mendiagnosa penyakit hanya merujuk teks-teks asli buku kedokteran.
Untuk bisa memahami buku kedokteran sampai bisa bikin resep dan mendiagnosa penyakit diperlokan kuliah di fakultas Kedokteran bertahun-tahun dengan persyaratan yang ketat. Artinya tidak semua orang boleh mengutip dan menggunakan teks buku kedokteran sekalipun semua orang bisa membaca buku kedokteran. Padahal buku tersebut bikinan manusia bukan firman Tuhan.
Hal yg sama juga terjadi dalam dunia sastra. Di balik kata-kata puisi Rendra ada berjuta makna dan berlapis arti, yg hanya bisa dipahami oleh mereka yg memahami ilmu bahasa dan sastra. Dibutuhkan waktu bertahun-bertahun untuk bisa memahami puisi seorang penyair, apalagi di balik ayat-ayat kitab suci.
Kalau memahami teks puisi Rendra saja tidak cukup dengan akal dan nalar tapi perlu kepekaan rasa, ketajaman batin dan ilmu sastra apalagi memahami teks kitab suci yang gaya bahasanya lebih rumit dan aligoris. Kalau bahasa Arabnya masih cekak dan ilmu masih cethek bagaimana mau langsung kembali ke Kitab Suci yang berbahasa Arab dengan sastra yang sangat tinggi?
Para provokator agama yang hanya mengutip ayat dan dalil secara tekstual tanpa menguasai ilmu agama yang memadai itu seperti dokter palsu atau sastrawan gadungan yang sangat membahayakan ummat. Orang seperti ini layak disebut ulama ‘castingan’. Para ulama ‘castingan’ ini lebih berbahaya daripada dokter palsu atau sastrawan gadungan. Kalau dokter palsu atau sastrawan gadungan hanya membahayakan fisik dan imaginasi manusia tapi ulama castingan ini bisa membahayakan kehidupan manusia karena daya rusaknya lebih massif. Bangsa ini bisa hancur dan rusak oleh para ulama ‘castingan’ yang melakukan tindakan mal praktek agama di negeri ini.
Hati-hati terhadap ulama ‘castingan’ yang hanya bisa provokasi dengan mengutip ayat dan dalil secara tekstual tanpa memiliki ilmu agama yang mumpuni dan kearifan yang memadai.
Pesan KH A. Mustofa Bisri (Ist)
Oleh : Al-Zastrouw