Apa yang akan terjadi pada Pilpres 2019 nanti? Mari kita lihat bahwa pertarungan 2019 akan sama dengan 2014. Disana hanya akan ada dua kekuatan besar yaitu Prabowo dan Jokowi.
Kenapa begitu? Apakah tidak ada calon lain selain mereka? Tentu ada. Tetapi tidak akan muncul atau dimunculkan. Karena memang disainnya adalah membangun dua kekuatan besar lalu membenturkannya.
Sebenarmya Pilgub Jakarta kemaren adalah contoh kecil Pilpres nanti. Isu-isu agama akan kembali dimainkan dengan menggunakan masjid-masjid. Kali ini temanya adalah Islam vs PKI.
Jokowi pelan-pelan akan di stigmakan sebagai PKI.
Meskipun serangan ini mungkin bukan serangan langsung ke pribadi beliau, tetapi ini akan menghantam orang-orang di sekitar beliau. Jokowi dikelilingi orang-orang PKI, begitu isu besarnya. Dan genderang perang ini sudah dibangun mulai sekarang melalui ceramah, di masjid, pengajian dsbnya.
Prabowo akan memainkan kembali isu sebagai muslim, terutama ketika di belakangnya dia adalah Islam garis keras yang tidak perduli siapa pemimpinnya yang penting yang mudah ditunggangi. Persis seperti Ahok, yang dicari adalah momentum kesalahan Jokowi dan dibangun untuk memunculkan demo-demo besar.
Kali ini untuk meluncurkan demo akan jauh lebih mudah. Penguasaan Jakarta dengan menangnya Anies Sandi adalah keuntungan utama. Masjid Istiqlal akan dijadikan sebagai simbol perlawanan dan memudahkan pendemo dari berbagai wilayah menginap disana.
Seperti Ahok juga, Jokowi akan dihadapkan pada dua pilihan simalakama.
Jika kalah, maka negara kembali akan dikuasai para mafia dan sistem yang sudah dibangun susah payah hancur seketika.
Jika menang, maka kemenangan itu tidak akan diterima lapang dada. Mereka akan berteriak, "Jokowi tidak mungkin menang kecuali main curang.." Persis pilgub Jakarta, kan?
Beberapa partai yang awalnya berkoalisi dengan Jokowi dan PDIP akan pecah dan merapatkan barisan dengan Gerindra dan PKS. Terutama Golkar yang sekarang sedang terpecah dua. Juga PPP yang sudah merapat ke Gerindra. Nasdem liat-liat mana yang menguntungkan. Hanura tetap setia.
Pilpres 2019 akan menjadi pilpres terkeras yang kita lalui. Terutama karena disana banyak kepentingan yang saling berbenturan. Mulai penguasa, pengusaha, politikus dan tentara. Kemungkinan besar tentara akan mulai terpecah sesudah pilpres ini.. Ada yang bermain, ada yang memanfaatkan, ada yang mengamati dan yang paling berbahaya adalah yang menjadi penunggang setia.
Mereka yang nanti bertempur di pilpres, tidak sadar bahwa mereka sedang memainkan bola api besar yang panas sekali. Pikiran para politikus ini pendek, yang penting merebut kekuasaan tanpa melihat bahaya ke depan bahwa ada penunggan gelap di punggung mereka dengan jubah KHILAFAH.
Konsultan politik yang kemaren bermain permainan berbahaya dengan menggunakan masjid sebagai alat politik dan propaganda, juga tidak sadar bahwa ia sedang membangkitkan monster pelan-pelan.
Yang ada di pikirannya hanya uang dan bagaimana calon yang diusungnya menang. Tidak pernah berfikir bahwa apa yang dia lakukan itu suatu kesalahan besar yang akan disesalinya kemudian..
Semua elemen nasionalis harus duduk mulai sekarang dan memikirkan langkah apa yang harus dilakukan.
Sementara ini cuma Banser dan Ansor yang tampak aktif mencegat keberadaan HTI dimana-mana dengan logistik yang kurang.
Pemerintahan Jokowi sekarang ini memang kelhatan sekali berada pada posisi bimbang. Jika si Islam garis keras dihantam, mereka akan teriak HAM. Jika didiamkan, mereka merasa bahwa mereka mendapat peluang.
Si garis keras ini memang pengecut sekali.
Mereka selalu bersembunyi dibaik kata "Islam dan Muslim". Kalau diatas angin, mereka gagah berkoar, "Kami umat muslim mayoritas.." Tapi kalau terpojok teriaknya beda, "Sesama muslim bersaudara, jangan kami diadu domba dengan NU wahai syiah.."
Apa yang saya paparkan hanya berupa kemungkinan dengan melihat pola yang sama yang mereka lakukan di Suriah dan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia.
Semoga ini bisa menjadi perhatian kita bersama bahwa kemerdekaan itu tidak diberikan begitu saja, tetapi harus diperjuangkan dengan sekuat tenaga. Salam secangkir kopi.
Deny Siregar.