Dari Anas Bin Malik, suatu ketika Rasulullah saw. duduk di Masjid Nabawi tengah berbincang-bincang bersama para sahabat. Beliau tiba-tiba bersabda, “Sesaat lagi akan ada seorang penghuni surga kemari!” Semua mata pun tertuju ke pintu masjid dan benak para sahabat membayangkan seorang yg luar biasa. “Penghuni surga, penghuni surga.” Demikian gumam mereka.
Beberapa saat kemudian, masuklah seorang pria dengan air wudhu yang masih membasahi wajahnya. Apakah gerangan keistimewaan orang itu sehingga mendapat jaminan surga? Tidak ada seorangpun yg berani bertanya walau para sahabat menunggu jawabannya.
Keesokan hari, peristiwa tersebut terulang lagi. Bahkan, pada hari ketigapun terjadi lagi seperti demikian.
‘Abdullah, putra Gubernur Pertama di Mesir ‘Amr bin 'Ash, tidak tahan lagi, meski ia tak berani dan kuatir mendapat jawaban yg tidak memuaskan.
Maka, timbullah suatu ide dalam pikirannya. Dia akhirnya mendatangi si calon penghuni surga sambil berkata, “Wahai saudaraku! Telah terjadi kesalahpahaman antara aku dan orangtuaku. Karena itu, bolehkah aku menumpang di rumahmu tiga hari saja?”
“Tentu, tentu,” jawab si calon penghuni surga yang ternyata seorang Anshar bernama
Sa’ad bin ‘Amr bin 'Ash.
Setelah diperhatikan, dicermati, bahkan ia berusaha mengintip si calon penghuni surga, ternyata, tak ada sedikitpun pun yang istimewa. Tak ada ibadah spesial yang dilakukan si calon penghuni surga ini. Tidak ada ṡhalat malam, tidak ada puasa sunah. Ia bahkan tidur dg nyenyak hingga beberapa saat sebelum fajar. Memang sesekali ia menyebut nama Allah di pembaringannya, tetapi sejenak saja dan ia pun terus melanjutkan tidurnya.
Pada siang hari, si calon penghuni surga berkerja dengan tekun. Ia ke pasar, seperti halnya orang lain yang ke pasar.
“Pasti ada sesuatu yang disembunyikan atau yang tak sempat kulihat. Aku harus berterus terang kepadanya,” demikian gumam ’Abdullah bin ‘Amr.
“Apa yang engkau lihat, itulah saya!” jawab si calon penghuni surga.
Dengan rasa kecewa, ‘Abdullah bin ‘Amr bermaksud kembali ke rumah, tetapi tiba-tiba
tangannya dipegang oleh sang calon penghuni surga seraya berkata, “Apa yang engkau lihat, itulah yang saya lakukan, ditambah lagi, saya tidak pernah merasa iri terhadap seseorang yang dianugerahi nikmat lebih oleh Allah Swt. Tidak pernah pula saya berdusta dalam melakukan segala kegiatan saya!” (HR. Ahmad)