Seberapa pentingkah orang-orang mengharamkan
tadarus al-Quran dengan pengeras suara? Akibat fatwa-fatwa "menyesatkan"
dari oknum-oknum tokoh masyarakat, Islam kehilangan generasi-generasi
baru Pencinta al-Quran, dan Ramadhan menjadi sepi tanpa tilawah
al-Quran. Sudah tiba saatnya kita semua rubah kebiasaan buruk berfatwa
tanpa dasar agama.
Orang sekarang kan terlalu
pusing dengan asumsi atau dugaan-dugaan yang salah tentang Quran atau
pembaca al-Quran. Kata mereka, sudahkah layak bacaannya? Sudahkah sesuai
dengan kaidah-kaidah membaca atau tajwid? Orang yang tidak layak
membaca, kata mereka, akan mencederai kalimat-kalimat al-Quran itu
sendiri.
Itulah alasan mengapa banyak orang
melarang-larang membaca al-Quran dengan pengeras suara, termasuk para
ustadz atau orang2 yang kita anggap sebagai panutan.
Masya
Allah. Begitukah mereka berfikir? Jadi, setiap manusia tidak
diperkenankan salah dalam bertindak, salah dalam berbicara, bahkan salah
dalam membaca al-Quran. Sebegitu hebatkah para kiyai sehingga bacaannya
tidak pernah salah? Dan sebegitu kejamkah al-Quran sehingga akan
menghukum siapa saja yang bacaannya salah?
Tidak. Tentu
saja tidak. Kesalahan adalah hal biasa, dan Allah akan mengampuni
siapapun yang pernah salah, dan memberikan pahala berlipat ganda bagi
siapa saja yang berusaha menghindar dari salah, sehingga hari ini atau
besok kita sudah tidak lagi salah.
Baiklah, jika memang ada yang beranggapan kesalahan itu suatu dosa, pertanyaannya: apakah pendengarnya juga berdosa?
Saya
ingin tegaskan, bahwa orang yang mendengar bacaan yang salah tidak
pernah terkena dosa sama sekali. Siapapun tidak akan pernah terpidana
atas sebuah kesalahan orang lain.Silakan pahami pengertian la'allakum
turhamun.
La'allakum turhamun artinya "pasti kalian diberikan
rahmat". "Kalian" yang dimaksud di sini adalah para pendengar al-Quran,
baik kita dengar secara langsung ataupun melalui speaker, tanpa ada
takhsis (pengkhususan) sama sekali.
Jika memang pendengar al-Quran tidak dibebani dosa sama sekali, mengapa harus larang-larang?
Sekarang
kita merasakan betapa sepinya Ramadhan, akibat oknum-oknum yang tidak
bertanggungjawab. Ramadhan adalah syahrul Quran (bulan pesta pora dalam
membaca Quran), tapi nyatanya kita tak pernah merasakan adanya ruh
Ramadhan setiap malamnya. Siang hari? Komo!
Terlalu besar
resiko yang harus kita tanggung akibat larangan membaca al-Quran,
apalagi terhadap orang-orang yang masih awam membaca al-Quran. Ada
baiknya berikan dia motivasi terus sampai bisa, atau ANDA sendirilah
yang HARUS menggantikannya membaca karena Anda sendiri yang melarang.
Jika
saat ini begitu sepinya tadarus al-Quran di masjid-masjid dan musholla,
betapa kita merasakan ramainya anak-anak muda, para remaja dan ABG yang
gegap gempita gonjrang-ganjreng bermain musik di pinggiran jalan, di
kampung-kampung, bahkan menembus keheningan malam. Hebatnya, TAK
SEORANGPUN dari tokoh agama yang melarangnya. Naudzu billah.
Bayangkanlah oleh Anda, manakah yang lebih berdosa, membaca al-Quran yang salah, atau melarang orang baca Quran???